HOME

  • PROFIL

Sabtu, 31 Januari 2015

PERAN GURU TERHADAP PERILAKU SISWA/SANTRI



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat tidak pernah terlepas dari seorang guru. Peranan guru sangat terasa oleh masyarakat. Guru merupakan seseorang yang sangat berjasa dalam mendidik dan mencerdaskan kehidupan bangsa, dimana guru harus dapat memberi contoh dan teladan kepada murid serta masyarakat.
Guru adalah orang yang memberikan pengetahuan kepada anak didik. Sementara anak didik adalah setiap orang yang menerima pengaruh
 dari seseorang atau sekelompok orang yang menjalankan kegiatan pendidikan. Keduanya merupakan unsur paling vital di dalam proses belajar-mengajar.
Peranan guru sangat mempengaruhi proses belajar mengajar. Peranan guru harus bisa mempengaruhi murid dan membuat murid menjadi lebih baik. Dalam segi kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Guru harus mampu mempengaruhi kelakuan murid dan harus bisa menjadi teladan bagi murid.
Guru memiliki cara berbeda dalam menjalankan peranannya sebagai guru. Hal ini juga mempengaruhi kelakuan murid terhadap guru itu sendiri. Oleh karena itu tak jarang murid memperlakukan guru yang satu berbeda dengan guru yang lainnya.
Hal ini yang perlu dibahas secara mendalam. Oleh karena itu, Kami membuat makalah yang berjudul “Peranan Guru dan Kelakuan Murid”.

B.     Rumusan masalah
1.      Apa saja peranan Guru ?
2.      Bagaimana peran Guru terhadap perilaku Murid ?
3.      Apa pengaruh perilaku Guru terhadap hasil belajar Murid ?
4.      Bagaimana peran Guru diluar Sekolah (Masyarakat) ?






BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Macam-Macam Peran Guru
Peran guru adalah sebuah fungsi social dimana seluruh tingkah yang saling berkaitan yang dilakukan dalam situasi tertentu serta berhubungan dengan kemajuan perubahan tingkahlaku dan perkembangan siswa yang menjadi tujuannya. Guru sekolah yang tugas pekerjaannya kecuali mengajar, memberikan macam-macam ilmu pengetahuan dan ketrampilan kepada anak-anak juga mendidik. Pekerjaan sebagai guru adalah pekerjaan yang luhur dan mulia baik ditinjau dari sudut masyarakat dan Negara ataupun ditinjau dari sudut keagamaan. Guru sebagai pendidik adalah seseorang yang berjasa besar terhadap masyarakat dan Negara sehingga tidak salah pepatah mengatakan bahwa guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa.[1][1]
Selain sebagai aktor utama kesuksesan pendidikan yang dicanangkan. Ada beberapa peran dan fungsi lain seorang guru, antara lain sebagai berikut:
        1.     Educator
Tugas pertama guru adalah mendidik murid-murid sesuai dengan materi pelajaran yang diberikan kepadanya. Sebagai seorang educator, ilmu adalah syarat utama. Membaca, menulis, berdiskusi, mengikuti informasi, dan responsif terhadap masalah kekinian sangat menunjang peningkatan kualitas ilmu guru.
Dalam menerima calon guru, kepala sekolah sebaiknya tidak hanya mempertimbangkan ijazah, aspek kualitas adalah nomor satu. Sangat penting diadakan tes calon guru, baik teori maupun praktek untuk mengetahui sejauhmana kualitas, kemampuan menguasai kelas, dan kematangannya dalam mengajar.

        2.     Leader (Pemimpin)
Guru juga seorang pemimpin kelas. Karena itu, ia juga harus bisa menguasai, mengendalikan, dan mengarahkan kelas menuju tercapainya tujuan pembelajaran yang berkualitas. Sebagai seorang pemimpin, harus terbuka, demokratis, egaliter, dan menghindari cara-cara kekerasan.
Seorang guru harus suka mengedepankan musyawarah dengan murid-muridnya untuk mencapai kesepakatan bersama yang dihargai semua pihak. Ia juga harus suka mendengar aspirasi murid-muridnya mengenai pembelajaran yang disampaikan, walau itu berupa kritik pedas sekalipun.
        3.     Fasilitator
Sebagai fasilitator, guru bertugas memfasilitasi murid untuk menemukandan mengembangkan bakatnya secara pesat. Menemukan bakat anak didik bukan persoalan mudah, ia membutuhkan eksperimentasi maksimal, latihan terus menerus, dan evaluasi rutin.
        4.     Motivator
Sebagai seorang motivator, seorang guru harus mampu membangkitkan semangat dan mengubur kelemahan anak didik bagaimanapun latar belakang hidup keluarganya, bagaimanapun kelam masa lalunya, dan bagaimanapun berat tantangannya.
Di bawah ini beberapa prinsip dan motivasi belajar supaya mendapat perhatian dari pihak perencanaan pengajaran, khususnya dalam rangka merencanakan kegiatan belajar mengajar.
a.         Kebermaknaan
b.         Modelling
c.         Komunikasi terbuka
d.        Prasyarat
e.         Novelty (masih asing)
f.          Latihan/Praktik yang Aktif dan Bermanfaat
g.         Latihan terbagi
h.         Kurangi secara sistematik paksaan belajar
i.           Kondisi yang menyenangkan
        5.     Administrator
Sebagai seorang guru, tugas administrasi sudah melekat dalam dirinya, mulai dari melamar menjadi guru, kemudian diterima dengan bukti surat keputusan yayasan, surat intruksi kepala sekolah, dan lain-lain. Urusan yang ada dilingkup pendidikan formal biasanya memakai prosedur administrasi yang rapi dan tertib.
        6.          Evaluator
Sebaik apapun kualitas pembelajaran, pasti ada kelemahan yang perlu dibenahi dan disempurnakan. Di sinilah pentingnya evaluasi seorang guru. Dalam evaluasi ini, guru bisa memakai banyak cara, dengan merenungkan sendiri proses pembelajaran yang diterapkan, meneliti kelemahan dan kelebihan, atau dengan cara yang lebih objektif, meminta pendapat orang lain, misalnya kepala sekolah, guru yang lain, dan murid-muridnya.[2][2]

B. Jenis-Jenis Hubungan Guru-Murid

Hubungan guru murid banyak ragamnya bergantung pada guru, murid serta situasi yang dihadapi. Tiap guru mempunyai hubungan yang berbeda menurut pribadi dan situasi yang dihadapi. Untuk mempelajarinya, kita dapat berpegang pada tipe-tipe guru, misalnya guru yang otoriter yang menjaga jarak dengan murid dan guru yang ramah, yang dekat serta akrab dengan muridnya. Guru yang otoriter tak mengizinkan anak melewati batas atau jarak social tertentu. Guru itu tak ingin murid menjadi akrab dengan dia. Juga dalam situasi rekreasi ia mempertahankan jarak itu. Guru tetap merasa berkuasa dan berhak untuk memberikan perintah. Diharapkannya agar perintah itu juga ditaati. Guru yang otoriter ini yang mungkin dianggap kurang ramah tidak akan diajak oleh murid-muridnya dalam kegiatan santai yang gembira. Murid juga tidak akan mudah membicarakan soal-soal pribadi dengan dia. Jadi antara guru dan murid tidak terdapat hubungan yang akrab. Guru seperti ini disegani, ditakuti, mungkin juga kurang disukai atau justru dikagumi bila ia juga memiliki sifat-sifat baik.
Sebaiknya guru yang ramah akan dekat kepada muridnya. Murid-murid suka meminta dia turut serta dalam kegiatan rekreasi dan membicarakan soal-soal pribadi, namun mungkin dianggap kurang berwibawa.
Tipe guru yang murni, yang sepenuhnya otoriter atau sepenuhnya ramah tentu tidak ada. Tiap guru akan mempunyai kedua sifat itu dalam taraf tertentu. Akan tetapi kedua tipe itu dapat dijadikan pegangan yang berguna untuk menganalisis hubungan antara guru dan murid. Peranan yang dijalankan oleh guru dalam hubungannya dengan murid-muridnya akan mendekati salah satu tipe itu dalam taraf yang berbeda-beda. Respons murid terhadap peranan guru itu merupakan faktor utama yang menentukan efektivitas guru. Tipe kelakuan guru tertentu mungkin lebih efektif terhadap murid tertentu, misalnya bagi sejumlah murid tipe  guru yang otoriter yang efektif, sedangkan bagi murid lain tipe guru yang ramah lebih sesuai.[3][3]
Adapun hubungan guru – murid dikatakan baik apabila hubungan itu memilki sifat-sifat sebagai  berikut:
1.     Keterbukaan, sehingga baik guru maupun murid saling bersikap jujur dan membuka diri satu sama lain;
2.     Tanggap bilaman seseorang tahu bahwa dia dinilai oleh orang lain;
3.     Saling ketergantungan antara satu dengan yang lain;
4.     Kebebasan yang memperbolehkan setiap orang tumbuh dan mengembangkan keunikannya, kreatifitasnya dan kepribadiannya; 
5.     Saling memenuhi kebutuhan, sehingga tidak ada kebutuhan satu orang pun yang tidak terpenuhi.[4][4]

C. Reaksi Murid Terhadap Peranan Guru
Pendidik dan peserta didik merupakan dua jenis status yang dimiliki oleh manusia-manusia yang memainkan peran fungsional dalam wilayah aktivitas yang terbingkai sebagai dunia pendidikan.
Reaksi murid yang berlainan terhadap tuntutan guru yang kurang dikehendaki antara lain : mengganggu jalannya pelajaran dalam kelas dan mengancam adanya perbedaan antara status guru dan murid.[5][5]
Proses pendidikan banyak terjadi dalam interaksi sosial antara guru dan murid. Sifat interaksi ini banyak tergantung pada tindakan guru yang ditentukan antara lain oleh tipe peranan guru. Bagaimana reaksi murid terhadap peranan guru dapat diketahui dari ucapan murid tentang guru itu. Tentang hal ini telah dilakukan sejumlah penelitian.

D. Hubungan Antara Hasil Belajar Murid dengan Kelakuan Guru
Untuk menilai efektivitas guru dalam mengajar dapat diminta pendapat pemilik sekolah, kepala sekolah, dan juga murid. Walaupun banyak aspek peranan guru dan murid yang tidak seimbang, konseptualisasi interaksi antara  guru dan murid berasumsi bahwa murid dan guru saling mempengaruhi antara yang satu dengan yang lain. Aspek-aspek interaksi antara guru dan murid yang tampaknya mempengaruhi sikap dan penampilan akademis murid terutama dalam hasil belajar murid.
Dalam suatu pelitian ternyata pertambahan pengetahuan murid dalam pelajaran rendah korelasinya dengan taraf disukainya guru oleh murid tersebut. Jadi guru yang di sukai, yang ramah, dan lain-lain ternyata bukan guru yang efektif dalam menyampaikan ilmu.[6][6]
Murid cenderung terlalu santai dan tidak semuanya harus dari diri murid sendiri, terkadang dalam beberapa segi murid perlu dipaksa dan di sikapi dengan tegas. Karena sifat murid cenderung malas-malasan dan belum mengetahui pentingnya belajar, mereka cenderung suka bermain dan bersenang-senang. Guru yang ramah, tidak ingin memaksa. Guru tersebut lebih ingin murid belajar berdasarkan keinginan sendiri, tapi guru yang otoriter cenderung memaksa sehingga mau tidak mau murid akan belajar.[7][7]

E. Kelakuan Murid Berhubungan Dengan Kelakuan Guru
Kita dapat mengamati kelakukan anak dalam kelas dan mencoba melihat hubungannya dengan tindakan guru. Tak semua perbuatan anak diakibatkan perbuatan guru. Juga tidak selalu mudah dipastikan bahwa kelakuan anak ada hubungannya dengan kelakuan guru. Kelakuan guru yang sama mungkin berbeda pengaruhnya terhadap murid di SD dan di SM.
Kelakuan anak dalam kelas yang kita amati dapat berupa (1) perbuatan yang menunjukkan ketegangan, rasa cemas yang tampak pada anak SD dengan mengicap jari, menarik-narik rambut, (2) perbuatan yang tak bertalian dengan pelajaran sepeti melihat-lihat ke depan, kiri-kanan, (3) bercakap-cakap atau berbisik-birik dengan anak lain, (4)  main-main dengan sesuatu, (5) mematuhi apa yang disuruh lakukan oleh guru, (6) tidak mematuhi perintah guru, melakukan sesuatu yang mengganggu pelajaran.
Pada umumnya perbuatan anak sebagai reaksi terhadap kelakuan guru dapat bersifat menurut atau tidak menurut, menyesuaikan diri dengan perintah guru atau menentangnya. Anak yang menurut akan menunjukkan kerjasama, turut memberi sumbangan pikiran, mengajukan pertanyaan, memberi bantuan dan dengan demikian memperlancar pelajaran.
Dalam penelitian pada murid-murid SD ternyata bahwa bila guru itu dominatif maka lebih banyak murid yang bercakap-cakap, berbisik-bisik atau mengadakan kontak satu sama lain secara tersembunyi, bermain-main dengan sesuatu secara diam-diam. Jadi sebenarnya tidak mengindahkan guru. Mereka kurang atau jarang mengemukakan saran-saran atau buah pikirannya secara sukarela, kurang terdorong untuk menjawab pertanyaan guru atau mengajukan pertanyaan atau menyatakan sesuatu secara spontan / pada guru yang integratif anak-anak lebih berani dan bersedia untuk mengemukakan pendapatanya, lebih spontan dalam ucapannya dan suka bekerjasama.
Dominasi guru tak selalu berhasil untuk mencapai kepatuhan sepenuhnya, bahkan dapat menimbulkan konflik atau tantangan sekalipun dalam bentuk yang tersembunyi. Selain itu dominasi guru terhadap murid dapat menimbulkan dominasi murid terhadap murid-murid yang lain yang lebih lemah. Khususnya anak yang paling banyak didominasi oleh guru cenderung untuk menunjukkan kekuasaannya terhadap anak-anak lain sebagai kompensasi.
Berdasarkan studi ini dapat dikemukakan hipotesis yang berikut: (1) guru yang dominatif dalam kelas akan menghadapi murid-murid yang tidak menunjukkan sikap kerjasama, (2) murid-murid di bawah pimpinan guru-guru dominatif juga akan bersikap dominatif terhadap murid-murid lain, (3) guru-guru yang integratif atau koperatif dalam hubungannya dengan murid akan menimbulkan sikap kerjasama pada muridnya, baik terhadap guru mapun terhadap murid lainnya. Tampaknya dalam interaksi sosial, anak-anak meniru gurunya dan melakukannya dalam hubungan mereka dengan anak-anak lain.
Guru yang dominatif dapat menimbulkan sikap menentang. Mereka ingin diakui kepribadiannya. Khususnya pemuda pada masa pubertas justru ingin membentuk kepribadiannya sebelum memasuki masa kedewasaannya. Karena itu mereka peka akan ucapan atau tindakan yang menyinggung perasaan dan harga dirinya. Terhadap tindakan yang demikian mereka berontak secara terbuka atau tersembunyi. Akan tetapi dalam hal pelajaran dan sekolah mereka ingin mendapat guru yang berwibawa, yang tegas, yang dapat menegakkan dan memelihara disiplin. Mereka tahu, tanpa disiplin, tanpa kewibawaann, otoritas atau dominasi guru murid-murid tidak akan belajar sungguh-sungguh. Dominasi guru dapat dijalankan tanpa menyinggung perasaan atau harga diri murid dan secara obyektif dapat ditujukan untuk mencapai hasil belajar yang diharapkan. Untuk mencapai hasil akademis tampaknya guru yang dominatif lebih serasi daripada guru yang integratif atau demokratis. Guru yang demoratis-integratif akan lebih disenangi oleh murid akan tetapi dalam pelajaran mengenai informasi atau pengetahuan mereka akan ketinggalan. Dalam pergaulan, murid-murid yang diajar oleh guru dominatif cenderung untuk mendominasi teman-temannya, sedangkan murid-murid guru yang integratif akan cenderung untuk bersikap ramah dalam persahabatannya.

F. Peranan Guru Dalam Masyarakat dan Respons Murid
Guru hendaknya mengenal masyarakat agar dapat berusaha menyesuaikan pelajaran dengan keadaan masyarakat sehingga relevan. Guru-guru kita diharapkan mengabdi kepada masyarakat dengan pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya dan dengan demikian turut memberi sumbangannya kepada pembangunan negara. Di mana saja guru berada, khususnya di desa, cukup kesempatan baginya untuk berpartisipasi dan berbakti dalam masyarakat.
Para siswa tidak begitu menghiraukan ada tidaknya partisipasi guru dalam berbagai kegiatan masyarakat. Guru yang baik mereka menilai berdasarkan kemampuannya mengajar, sikapnya terhadap murid akan tetapi tidak dikaitkan dengan banyaknya kesibukan guru dalam masyarakat,
Juga tidak kelihatan bukti-bukti bahwa guru yang turut serta dalam berbagai kegiatan masyarakat meningkatkan kemampuannya mengajar sehingga mempertinggi prestasi belajar murid. Bahkan ada kemungkinan partisipasi guru dalam berbagai kegiatan di luar sekolah akan mengurangi waktu dan perhatiannya untuk murid dan dengan demikian merugikan murid  dan sekolah.

G. Peranan Guru Lainnya Di Sekolah dan Respons Murid
Di sekolah, guru dapat memegang berbagai peranan selain mengajar yakni sebagai kepala sekolah, pembimbing Osis, koordinasi bidang studi, piket, dan lain-lain. Dalam prestasi belajar anak tidak ada pengaruh peranan tambahan yang dipegang oleh guru. Namun masih perlu penelitian tentang pengaruh berbagai peranan tambahan guru yang memberi kesempatan yang lebih luas kepada guru untuk berinteraksi dengan murid.[8][8]



BAB III
PENUTUP

Peranan guru terhadap murid-muridnya merupakan peran vital dari sekian banyak peran yang harus ia jalani. Seorang guru harus bisa menempatkan dirinya sebagai seorang yang mempunyai kewibawaan dan otoritas tinggi, guru harus bisa menguasai kelas dan bisa mengontrol anak didiknya. Hal ini sangat perlu guna menunjang keberhasilan dari tugas guru yang bersangkutan yakni belajar dan mengajar.
Tiap guru mempunyai hubungan yang berbeda menurut pribadi dan situasi yang dihadapi. Untuk mempelajarinya dapat berpegang pada tipe-tipe guru, misalnya guru yang otoriter yang menjaga jarak dengan murid dan guru yang ramah, yang dekat dan akrab dengan muridnya. Tipe guru yang dominatif menguasai murid, menentukan, mengatur kelakuan murid dan menginginkan murid seperti yang guru inginkan. Sebaliknya guru yang integratif membolehkan ank untuk menentukan sendri apa yang disarankan oleh guru.
Murid memiliki reaksi yang berbeda terhadap guru. reaksi tersebut tergantung kepada cara guru memperlakukannya. Pengetahuan murid dalam pelajaran rendah korelasinya dengan taraf disukainya guru oleh murid tersebut. Jadi guru yang di sukai, yang ramah, dan lain-lain ternyata bukan guru yang efektif dalam menyampaikan ilmu.

DAFTAR PUSTAKA
Asmani, Jamal Ma’mur. 2012. Tips Menjadi Guru Inspiratif, Kreatif, dan Inovatif. Yogyakarta: Diva Press.
Dwiani Murdiastuti, “Pengertian Peran Guru”, http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2154729-pengertian-peran-guru/ (diakses pada tanggal 6 Januari 2015)
Faisal, Sanapiah. 2010. Sosiologi Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.
Gordon, Thomas. 1990. Guru yang Efektif. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
S. Nasution, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hlm. 115-116
Tria Nanoningrat, “Peranan Guru dan Kelakuan Murid”, http://triiaa.blogspot.com/2012/06/peranan-guru-dan-kelakuan-murid.html (diakses pada tanggal 6 Januari 2015)



[1][1] Dwiani Murdiastuti, “Pengertian Peran Guru”, http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2154729-pengertian-peran-guru/ (diakses pada tanggal 5 November 2012)
[2][2] Jamal Ma’mur Asmani, Tips Menjadi Guru Inspiratif, Kreatif, dan Inovatif, (Yogyakarta: Diva Press, 2012), hlm. 39-54
[3][3] S. Nasution, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hlm. 115-116
[4][4] Thomas Gordon, Guru yang Efektif, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1990), hlm. 26
[5][5] Sanapiah Faisal, Sosiologi Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 2010), hlm. 170
[6][6] S. Nasution, Op.Cit., hlm. 118
[7][7] Tria Nanoningrat, “Peranan Guru dan Kelakuan Murid”, http://triiaa.blogspot.com/2012/06/peranan-guru-dan-kelakuan-murid.html (diakses pada tanggal 5 november 2010)
[8][8] S. Nasution, Op.Cit., hlm. 118-122